INFO tentang CARDING dan Penjelasannya [HOT] [2014]





 Assalamualaikum.wr.wb
Hii.. Apa kabar um!! 
Happy Satnight um
Sayangnya,, kaga ada pacar  :(
Yaudah deh gpp,.,. ane cuman mau shre ini doang
Ane mau shre Seputar tentang Carding dan Cyber World Nih :D tapi ini cuman sedikit Oke dah langsung aja kita baca...

SEJARAH CARDING

         Kecanggihan teknologi komputer telah memberikan kemudahan-kemudahan, terutama dalam membantu pekerjaan manusia. Perkembangan teknologi komputer menyebabkan munculnya jenis kejahatan-kejahatan baru, yaitu dengan memanfaatkan komputer sebagai modus operandi. Penyalahgunaan komputer dalam perkembangannya menimbulkan permasalahan yang sangat rumit, diantaranya proses pembuktian atas suatu tindak pidana  faktor yuridis). Terlebih lagi penggunaan komputer untuk tindak pidana ini memiliki karakter tersendiri atau berbeda dengan tindak pidana yang dilakukan tanpa menggunakan komputer. Perbuatan atau tindakan, pelaku, alat bukti dalam tindak pidana biasa dapat dengan mudah diidentifikasi namun tidak demikian halnya untuk kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan komputer.
         Banyaknya penyedia internet dan semakin terjangkaunya biaya akses internet membuat semakin banyak orang mulai mengenal internet dan menggunakannya. Hal tersebut membuat para pencuri melakukan aksi carding dengan memanfaatkan kesadaran masyarakat dalam hal ini pengguna kartu kredit yang masih kurang mengerti akan dampak negatif dari internet serta ke tidak sempurnaan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal tersebut. 
            Sebagaimana lazimnya pembaharuan teknologi, internet selain memberi manfaat juga menimbulkan ekses negatif dengan terbukanya peluang penyalahgunaan teknologi tersebut. Hal itu terjadi pula untuk data dan informasi yang dikerjakan secara elektronik. Dalam jaringan komputer seperti internet, masalah kriminalitas menjadi semakin kompleks karena ruang lingkupnya yang luas. Kriminalitas di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu tindak pidana yang berkaitan dengan cyberspace, baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi. Salah satu versi jenis kejahatan di internet yaitu carding,yang termasuk dalam motif  kriminal yang berpotensi menimbulkan kerugian bahkan perang informasi.
1. Pengertian Cyber Crime

    Secara sederhana cyber crime atau kejahatan komputer adalah tindak kejahatan yang dilakukan di dunia maya atau internet, dimana tindakan tersebut dapat merugikan orang lain. Seseorang melakukan itu atas keinginan untuk sekedar usil dan juga atas keinginan memperoleh keuntungan dari pihak lain. Kejahatan komputer itu dapat dikategorikan sebagai “White Collar Crime” yang dalam beroperasinya lebih banyak menggunakan pikiran/otak. Kejahatan ini sangat sulit untuk diberantas, dikarenakan banyak faktor, diantaranya yaitu: Penanganan yang kurang serius, Pada umumnya kejahatan komputer dilakukan oleh orang-orang yang teramat fanatik terhadap komputer.Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa kejahatan komputer semakin menjamur dan sulit diberantas. 
Faktor-faktor itu antara lain adalah sebagai berikut:


  1. Masih sedikitnya pegawai-pegawai komputer yang mengetahui cara kerja komputer secara rinci.
  2. Para pelaku kejahatan komputer adalah orang-orang yang pada umumnya cerdas, mempunyai perasaan keingintahuan yang besar, “fanatik” akan teknologi komputer.
  3. Buku-buku tentang kejahatan komputer tidaklah banyak.
  4. Kejahatan komputer itu terselubung dan terorganisasi rapi.
  5. Mudah dilakukan, resiko untuk ketahuan kecil dan tidak diperlukan peralatan yang super modern.
  6. Terlalu percaya kepada komputer.
  7. Kurangnya perhatian dari masyarakat.
2.  Jenis-Jenis Cyber Crime

     Banyak orang menyangka bahwa untuk melakukan suatu kejahatan di bidang komputer diperlukan peralatan canggih yang mahal dan setidak-tidaknya mempunyai suatu keahlian khusus atau mempunyai titel dibidang komputer. Dugaan ini adalah salah besar. Kejahatan komputer bisa dilakukan dengan peralatan komputer yang sederhana dan harganya murah. Bahkan kejahatan ini bisa dilakukan dengan menggunakan “dumb terminal“.Pada dasarnya hanya ada 2 pengetahuan yang mutlak harus diketahui oleh para penjahat komputer : Para penjahat komputer harus mengetahui bagaimana cara mendapat akses ke dalam komputer perusahaan yang menjadi targetnya.

  • Para penjahat komputer harus mengetahui bagaimana manipulasi prosedur-prosedur sistem komputer untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
A. Kejahatan Komputer Secara Internal

     Kejahatan komputer secara internal adalah kejahatan yang dilakukan oleh atau mendapat bantuan dari “orang dalam”. Para pelaku kejahatan tidak perlu mengetahui bagaimana cara mendapatkan akses ke dalam komputer perusahaan, karena sebagian besar “orang dalam” telah mempunyai akses ke dalam komputer perusahaan. Kejahatan komputer jenis ini sangat tergantung pada mekanisme kerja sistem komputer perusahaan yang bersangkutan.

B.  Kejahatan Komputer secara Eksternal
     Kejahatan komputer secara eksternal adalah kejahatan yang dilakukan dari luar instansi tanpa bantuan “orang dalam”. Kejahatan jenis ini dilakukan oleh seorang yang sebelumnya sama sekali tidak mengetahui tentang sistem komputer yang bersangkutan.Kejahatan komputer secara eksternal jauh lebih sulit dibandingkan dengan yang dilakukan secara internal. Penjahatnya adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan komputer, orang yang mempunyai kemampuan tehnis komputer diatas rata-rata.
3.  CARDING

  A.  Pengertian Carding ( Favorit nya om Naufal nihh)
       Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah Carder. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya.


Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas – AS , Indonesia memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania. Sebanyak 20 persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil carding. Akibatnya, banyak situs belanja online yang memblokir IP atau internet protocol (alamat komputer internet) asal Indonesia. Kalau kita belanja online, formulir pembelian online shop tidak mencantumkan nama negara Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja di situs itu.

Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin jauh, dengan melakukan penipuan melalui ruang-ruang chatting di mIRC. Caranya para carder menawarkan barang-barang seolah-olah hasil carding-nya dengan harga murah di channel. Misalnya, laptop dijual seharga Rp 1.000.000. Setelah ada yang berminat, carder meminta pembeli mengirim uang ke rekeningnya. Uang didapat, tapi barang tak pernah dikirimkan.
B. Ruang Lingkup

Kejahatn carding mempunyai dua ruang lingkup, nasional dan transnasional. Secara nasional adalah pelaku carding melakukannya dalam lingkup satu negara. Transnasional adalah pelaku carding melakukkannya melewati batas negara.
Berdasarkan karakteristik perbedaan tersebut untuk penegakan hukumnya tidak bisa dilakukan secara tradisional, sebaiknya dilakukan dengan menggunakan hukum tersendiri.
C.    Sifat Kejahatan

Sifat carding secara umum adalah non-violence  kekacauan  yang ditimbulkan tiadak terliahat secara langsung, tapi dampak yang di timbulkan bisa sangat besar. Karena carding merupakan salah satu dari kejahatan cybercrime berdasarkan aktivitasnya. Salah satu contohnya dapat menggunakan no rekening orang lain untuk belanja secara online demi memperkaya diri sendiri. Yang sebelumnya tentu pelaku (carder) sudahmencuri no rekening dari korban.

D.    Pihak Pihak yang Terkait Dalam Carding

Pihak yang terkait dalam pelaku carding antara lain:
1.    Carder
       Carder adalah pelaku dari carding, Carder menggunakan e-mail, banner atau pop-up window untuk menipu netter ke suatu situs web palsu, dimana netter diminta untuk memberikan informasi pribadinya. Teknik umum yang sering digunakan oleh para carder dalam aksi pencurian adalah membuat situs atau e-mail palsu atau disebut juga phising dengan tujuan memperoleh informasi nasabah seperti nomor rekening, PIN (Personal Identification Number), atau password. Pelaku kemudian melakukan konfigurasi PIN atau password setelah memperoleh informasi dari nasabah, sehingga dapat mengambil dana dari nasabah tersebut.
       Target carder yaitu pengguna layanan internet banking atau situs-situs iklan, jejaring sosial, online shopping dan sejenisnya yang ceroboh dan tidak teliti dalam melakukan transaksi secara online melalui situs internet. Carder mengirimkan sejumlah email ke target sasaran dengan tujuan untuk meng up-date atau mengubah user ID dan PIN nasabah melalui internet. E-mail tersebut terlihat seperti dikirim dari pihak resmi, sehingga nasabah seringkali tidak menyadari kalau sebenarnya sedang ditipu.

       Pelaku carding mempergunakan fasilitas internet dalam mengembangkan teknologi informasi tersebut dengan tujuan yaitu menimbulkan rusaknya lalulintas mayantara (cyberspace) demi terwujudnya tujuan tertentu antara lain keuntungan pelaku dengan merugikan orang lain disamping yang membuat, atau pun menerima informasi tersebut.
2.    Netter
     Netter adalah pengguna internet, dalam hal ini adalah penerima email (nasabah sebuah bank) yang dikirimkan oleh para carder.
3.    Cracker
        Cracker adalah sebutan untuk orang yang mencari kelemahan sistem dan memasukinya untuk kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari sistem yang dimasuki seperti pencurian data, penghapusan, penipuan, dan banyak yang lainnya.
4.    Bank
        Bank adalah badan hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak37. Bank juga merupakan pihak yang menerbitkan kartu kredit/debit, dan sebagai pihak penyelenggara mengenai transaksi online, ecommerce, internet banking, dan lain-lain.
E.    Modus Kejahatan Carding

  1. Modus Kejahatan Kartu Kredit (Carding)
  2. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing.
  3. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet.
  4. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan menggunakan Jasa Internet.
  5. Mengambil dan memanipulasi data di Internet
  6. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat pengambilan barang di Jasa Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex,  HL, TNT, dlsb.).
F.    Undang Undang yang Mengatur Carding

       Saat ini di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum disahkan oleh Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan cyber crime. Dalam menangani kasus carding para Penyidik (khususnya Polri) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime. Sebelum lahirnya UU No.11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE), maka mau tidak mau Polri harus menggunakan pasal-pasal di dalam KUHP seperti pasal pencurian, pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat para carder, dan ini jelas menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat karakteristik dari cyber crime sebagaimana telah disebutkan di atas yang terjadi secara nonfisik dan lintas negara.
Di Indonesia, carding dikategorikan sebagai kejahatan pencurian, yang dimana pengertian Pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KHUP yaitu: "Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah".  Untuk menangani kasus carding diterapkan Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
Kemudian setelah lahirnya UU ITE, khusus kasus carding dapat dijerat dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan hacking ke situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem pengamannya dan mencuri nomor-nomor kartu tersebut.
         
        Bunyi pasal 31 yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal access:
        Pasal 31 ayat 1: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara tertentu milik orang lain."
        Pasal 31 ayat 2: "Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen elektronik yang tidak bersidat publik dari, ke dan di dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ditransmisikan.”.
      Jadi sejauh ini kasus carding di Indonesia baru bisa diatasi dengan regulasi lama yaitu pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam UU ITE. Penanggulangan kasus carding memerlukan regulasi yang khusus mengatur tentang kejahatan carding agar kasus-kasus seperti ini bisa berkurang dan bahkan tidak ada lagi. Tetapi selain regulasi khusus juga harus didukung dengan pengamanan sistem baik software maupun hardware, guidelines untuk pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime dan dukungan dari lembaga khusus.
G.    Cara Penanggulangan

Cara Penanggulangan Kejahatan Carding
Meskipun dalam knyataanya untuk penanggulangan carding sangat sulit diatasi tidak sebagaimana kasus-kasus biasa secara konvensional tetapi untuk penanggulanganya harus tetap di lakukan. Hal ini di maksudkan agar ruang gerak pelaku carding dapat dipersempit. Berikut adalah beberapa metode yang biasa digunakan pelaku carding :

  1. Extrapolasi
Seperti yang diketahui, 16 digit nomor kartu kredit memiliki pola algoritma tertentu. Extrapolasi dilakukan pada sebuah kartu kredit yang biasa disebut sebagai kartu master, sehingga dapat diperoleh nomor kartu kredit lain yang nantinya digunakan untuk bertransaksi. Namun, metode ini bisa dibilang sudah kadaluwarsa, dikarenakan berkembangnya piranti pengaman dewasa ini.
   2.  Hacking

Pembajakan metode ini dilakukan dengan membobol sebuah website toko yang memiliki sistem pengaman yang lemah. Seorang hacker akan meng-hack suatu website toko, untuk kemudian mengambil data pelanggannya. Carding dengan metode ini selain merugikan pengguna kartu kredit, juga akan merugikan toko tersebut karena image-nya akan rusak, sehingga pelanggan akan memilih berbelanja di tempat lain yang lebih aman
3.     Sniffer
Metode ini dilakukan dengan mengendus dan merekam transaksi yang dilakukan oleh seorang pengguna kartu kredit dengan menggunakan software. Hal ini bisa dilakukan hanya dalam satu jaringan yang sama, seperti di warnet atau hotspot area. Pelaku menggunakan software sniffer untuk menyadap transaksi yang dilakukan seseorang yang berada di satu jaringan yang sama, sehingga pelaku akan memperoleh semua data yang diperlukan untuk selanjutnya melakukan carding. Pencegahan metode ini adalah website e-commerce akan menerapkan sistem SSL (Secure Socket Layer) yang berfungsi mengkodekan database dari pelanggan.
4.    Phising
Pelaku carding akan mengirim email secara acak dan massal atas nama suatu instansi seperti bank, toko, atau penyedia layanan jasa, yang berisikan pemberitahuan dan ajakan untuk login ke situs instansi tersebut. Namun situs yang diberitahukan bukanlah situs asli, melainkan situs yang dibuat sangat mirip dengan situs aslinya. Selanjutnya korban biasa diminta mengisi database di situs tersebut. Metode ini adalah metode paling berbahaya, karena sang pembajak dapat mendapatkan informasi lengkap dari si pengguna kartu kredit itu sendiri. Informasi yang didapat tidak hanya nama pengguna dan nomor kartu kreditnya, namun juga tanggal lahir, nomor identitas, tanggal kadaluwarsa kartu kredit, bahkan tinggi dan berat badan jika si pelaku carding menginginkannya.

Pencegahan yang dapat dilakukan terhadap carding.

1.    Pencegahan dengan hukum

       Hukum cyber sangat identik dengan dunia maya, yaitu sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi para penegak hukum terkait dengan pembuktian dan penegakan hukum atas kejahatan dunia maya. Selain itu obyek hukum siber  adalah data elektronik yang sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Oleh karena itu, kegiatan siber meskipun bersifat virtual dan maya dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata.
Secara yuridis untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Karena kegiatan ini berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.

2.    Pencegahan dengan teknologi
       Handphone dapat dikatakan merupakan keamanan yang privacy bagi penggunanya. SMS bisa dijadikan sebagai otentikasi untuk mencegah para carding menggunakan kartu kredit ilegal. Untuk itu diperlukan suatu proses yang dapat memberikan pembuktian bahwa dengan cara otentikasi melalui SMS maka kejahatan carding dapat ditekan sekecil mungkin. Otentikasi sms dilakukan dengan menggunakan tanda tangan digital dan sertifikat.
3.    Pencegahan dengan pengamanan web security.
       Penggunaan sistem keamanan web sebaiknya menggunakan keamanan SSL. Untuk data yang disimpan kedalam database sebaiknya menggunakan enkripsi dengan metode algoritma modern, sehingga cryptoanalysis tidak bisa mendekripsikanya.
4.    Pengamanan pribadi
       Pengamanan pribadi adalah pengamanan dari sisi pemakai kartu kredit. Pengamanan pribadi antara lain secara on-ine dan off-line:
Pengaman pribadi secara off-line:

  • Anda harus memastikan kartu kredit yang anda miliki tersimpan pada tempat yang aman.
  • Jika kehilangan kartu kredit dan kartu identitas kita, segeralah lapor ke pihak berwajib dan dan pihak bank serta segera lakukan pemblokiran pada saat itu juga.
  • Jangan tunggu waktu hingga anda kebobolan karena digunakan oleh orang lain ( baik untuk belanja secara fisik maupun secara online ).
  • Pastikan jika Anda melakukan fotocopy kartu kredit dan kartu identitas tidak sampai digandakan oleh petugas layanan ( yang minta copy kartu kredit anda ) atau pegawai foto copy serta tidak di catat CCV-nya. Tutup 3 digit angka terakhir CVV dengan kertas putih sebelum kartu kredit kita di foto copy. Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan kartu kredit kita oleh pihak lain dengan tidak semestinya. Perlakukan pengamanan CVV anda sama dengan pengamanan PIN atau Password anda.
  • Jangan asal atau sembarang menyuruh orang lain untuk memfoto copy kartu kredit dan kartu identitas.
  • Waspadalah pada tempat kita berbelanja, pastikan pada tempat belanja / tempat shopping / counter / gerai / hotel, dll yang benar – benar jelas kredibilitas-nya.

Pengaman pribadi secara on-line:

  • Belanja di tempat ( websites online shopping ) yang aman, jangan asal belanja tapi tidak jelas pengelolanya atau mungkin anda baru pertama mengenalnya sehingga kredibilitasnya masih meragukan.
  • Pastikan pengelola Websites Transaksi Online mengunakan SSL ( Secure Sockets Layer ) yang ditandai dengan HTTPS pada Web Login Transaksi online yang anda gunakan untuk berbelanja.
  • Jangan sembarangan menyimpan File Scan kartu kredit Anda sembarangan, termasuk menyimpannya di flashdisk dan dalam email anda.
H.    Dampak Kerugian

        Dampak dari  Carding adalah
        1.    Kehilangan uang secara misterius
        2.    Pemerasan dan Pengurasan Kartu kredit oleh Carder
        3.    Keresahan orang dalam penggunaan kartu kredit
        4.    Hilangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap jasa keuangan dinegara ini

Berikut merupakan contoh kasus cyber crime di Indonesia.

       Carding, salah satu jenis cyber crime yang terjadi di Bandung sekitar Tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Para pelaku yang kebanyakan remaja tanggung dan mahasiswa ini, digerebek aparat kepolisian setelah beberapa kali berhasil melakukan transaksi di internet menggunakan kartu kredit orang lain. Para pelaku, rata-rata beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar di kota Bandung. Mereka biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka peroleh dari beberapa situs. Namun lagi-lagi, para petugas kepolisian ini menolak menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih dalam penyelidikan lebih lanjut.
Modus kejahatan ini adalah pencurian, karena pelaku memakai kartu kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka inginkan di situs lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka akan dibidik dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363 tentang Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas.
Sumber :
 http://deluthus.blogspot.com/2011/02/8-contoh-kasus-cyber-crime-yang-pernah.htmlhttp://hanifahfitripratiwi.wordpress.com/2012/01/06/cybercrime/





Kontroversi  Polemik UU ITE

     Berdasarkan dari pengamatan para pakar hukum dan politik UU ITE mempunyai sisi positif bag Indonesia. Misalnya memberikan peluang bagi bisnis baru bagi parawiraswastawan di Indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan berbadanhukum dan berdomisili di Indonesia. Otomatis jika dilihat dari segi ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain pajak yang dapat menambah penghasilan negara juga menyerap tenaga kerja dan meninggkatkan penghasilan penduduk.

UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yangmerugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik sertamemberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang.Penyalahgunaan internet kerap kali terjadi seperti pembobolan situs-situs tertentu milik  pemerintah. Kegiatan ekonomi lewat transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet jugadapat meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan.

UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yangkurang tersentuh adanya internet. Undang-undang ini juga memberikan solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan internet.Selain memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya.

Contohkasus Prita Mulyasari yang berurusan dengan Rumah Sakit Omni Internasional juga sempatdijerat dengan undang-undang ini. Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat internet.Padahal dalam undang-undang konsumen dijelaskan bahwa hak dari onsumen untuk menyampaikan keluh kesah mengenai pelayanan publik. Dalam hal ini seolah-olah terjaditumpang tindih antara UU ITE dengan UU konsumen.

UU ITE juga dianggap banyak oleh pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam berinternet. Padahal sudah jelas bahwa negaramenjamin kebebasan setiap warga negara untuk mengeluarkan pendapat.Selain itu UU ITE dianggap dapat membatasi hak kebebasan berekspresi,mengeluarkan pendapat dan bisa menghambar kreativitas dalam ber-internet, terutama pada pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (3). Pasal-pasaltersebut pada umumnya dianggap memuat aturan-aturan warisan pasal karet (haatzaiartikelen), karena bersifat lentur, subjektif, dan sangat tergantung interpretasi pengguna UUITE ini.

Ancaman pidana untuk ketiganya pun tak main-main yaitu penjara paling lama 6tahun dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah. Dalam konteks pidana, berkategori delik formil, jadi tidak perlu dibuktikan akan adanya akibat dianggap sudah sempurna perbuatan pidananya. Ketentuan delik formil ini, di masa lalu sering digunakan untuk menjerat pernyataan-pernyataan yang bersifat kritik. Pasal-pasal tersebut masih dipermasalahkan olehsebagian bloger Indonesia.Ditambah lagi dengan Belum adanya pembahasan detail tentang spamming. Dalam pasal 16 UU ITE mensyaratkan penggunaan ’sistem elektronik’ yang aman dengan sempurna,namun standar spesifikasi yang bagaimana yang digunakan ? Apakah mengoperasikan webserver yang memiliki celah keamanan nantinya akan melanggar undang-undang? Juga Masihsarat dengan muatan standar yang tidak jelas, misalnya standar kesusilaan, definisi perjudian,interpretasi suatu penghinaan. Siapa yang berhak menilai standarnya ? Ini sejalan dengankontroversi besar pada pembahasan undang-undang anti pornografi.Akhirnya dampak nyata UU ITE ini akan berhulu kepada bagaimana pelaksanaannyadi lapangan. Semua stakeholder atau yang berkepentingan dengan undang-undang inidiharapkan tidak salah mengartikan pasal-pasalnya, tetapi juga tidak menyalahgunakannya.Lembaga sekuat KPK saja dalam hal penyadapan, misalnya, harus berhati-hatimenggunakannya, jika tidak mau menuai kritikan dari para praktisi hukum. Undang-undangini menimbulkan suatu polemik yang cukup panjang. Maka dari itu muncul suatu gagasanuntuk merevisi undang-undang tersebut.
Motiv dari kejahatan diinternet antara lain adalah

  1. Coba-coba dan rasa ingin tahu
  2. Faktor ekonomi
  3. Ajang unjuk diri
  4. Sakit hati


Penanggulangan

Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah :

  • Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
  • Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
  • Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
  • Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
  • Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.

Contoh bentuk penanggulangan antara lain :


  • IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response Team)
  • Salah satu cara untuk mempermudah penanganan masalah keamanan adalah dengan membuat sebuah unit untuk melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai dikenali dengan munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988) yang menghentikan sistem email Internet kala itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer Emergency Response Team (CERT) Semenjak itu di negara lain mulai juga dibentuk CERT untuk menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan. IDCERT merupakan CERT Indonesia.
  • Sertifikasi perangkat security.
  • Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal ini ditangani oleh Korea Information Security Agency.
Tinjauan Hukum

       Saat ini di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum disahkan oleh Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan cyber crime, para Penyidik ( khususnya Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yg ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime antara lain:
1.  KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana )

  • Pasal 362 KUHP Tentang pencurian ( Kasus carding )
  • Pasal 378 KUHP tentang Penipuan ( Penipuan melalui website seolah-olah menjual barang)
  • Pasal 311 KUHP Pencemaran nama Baik ( melalui media internet dengan mengirim email kepada Korban maupun teman-teman korban)
  • Pasal 303 KUHP Perjudian (permainan judi online)
  • Pasal 282 KUHP Pornografi ( Penyebaran pornografi melalui media internet).
  • Pasal 282 dan 311 KUHP ( tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet).
  • Pasal 378 dan 362 (Tentang kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membayar, dengan kartu kredit hasil curian )
2.  Undang-Undang No.19 Thn 2002 Tentang Hak Cipta, Khususnya tentang Program                                
     Komputer atau software
3.  Undang-Undang No.36 Thn 1999 tentang Telekomunikasi, ( penyalahgunaan Internet
     yang menggangu ketertiban umum atau pribadi).
4.  Undang-undang No.25 Thn 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15
     Tahun 2002 Tentang Pencucian Uang.
Udah tau kan um??? Nah coba deh mulai dari sekarang.. Gunakan ilmu dengan bijak,...

Jangan Sombong.. dan jangan Nongolin kalo ente Hacker

Karena, Hacker itu pasti di BERBAHAYA.. Tetapi lebih BERBAHAYA lagi jika tidak ada yang mengetahui kalau dia adalah Hacker

Udah ah.. ane mau pamit sekian dulu yah om.. Semoga Bermanfaat deh
Salam Tamfan..   Memberal_Force
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

5 komentar :

Silahkan Ber-Komentar bro.. :)
SOPAN WAJIB !!